Dengan rasa rendah diri, tahaddus binni’mah, aku hanya ingin cerita, kalau potensi kita bisa dilesatkan hingga luar batas. Kuncinya berusaha semaksimal mungkin untuk mengatasi rintangan, dan tetap menjadikan do’a sebagai senjata utama.
Saat ini, aku berhasrat untuk meneguhkan dakwah dengan memperkaya hafalan Qur’an. Niat juga ke negeri jauh. Hasrat itu sama seperti ketika Nabi Musa As harus menghadapi Fir’aun. Ia dibantu istrinya, Shafura. Meski bukan dengan terjun secara langsung. Peran Shafura membuat semakin yakin apa yang dibawa Nabi Musa As soal risalah kenabian adalah benar.
Alhamdulillah.. seperti jaminan-Nya, “barang siapa yang bersungguh-sungguh dalam mengejar hidayah, maka akan kami tunjukkan jalan-jalan kami.” Aku ingin sekali nambah hafalan, seperti obsesiku yang pertama tadi. Awalnya, kupikir, kalau di Jakarta rasanya sukar. Hampir semua orang tahu, bagaimana kesibukan Jakarta setiap harinya. One day, aku Jaulah dua di mushallah As-Syuhada. Mushallah kecil yang kalau hujan, tinggi airnya pasti se-lutut. Kira-kira 14 tahun lalu aku juga pernah taklim di tempat ini. Ini yang ketiga kalinya jaulah dua di mushallah yang berdekatan dengan rumah ustad Nur Ali. Magrib menyapa, teman-teman yang lain dari al-Hikmah masih belum juga terlihat. Ternyata memang benar tidak hadir. Jaulah umumi dibatalkan.
Selepas magrib, aku masih bertahan di tempat itu. Ada sekitar 5 orang anak-anak yang membuka Qur’an berdiam di sana. Mereka mengaji dengan ustad Nur ali. Setelah kuperhatikan 2 dari 5 orang itu, ternyata anak ustad. Aku memang orang baru di mata mereka. Anak-anak itu tampak kaku. Mungkin dalam benaknya, ia meragukan kalau tampangku yang asing. “Kok orang cina ngajarin kita ngaji.” Setelah ustad menyuruh anak-anaknya mau ngaji padaku, wajahku jadi tambah bersinar…
Salah seorang dari mereka maju menyodorkan Qur’an. Dua orang anak lainnya yang sudah agak besar, malah tampak tak bersahabat.
“Jika kamu nggak mau ngaji, harus setoran!!,” tawarku pada dua anak itu.
Mereka bingung. Semakin diam. Mulut semakin rapat terkunci.
“Kalau nggak mau setoran, saya aja yang setoran,” ucapku lagi.
“Kita mulai dari al-Baqarah!,” ajakku lagi.
Aku pun mulai menyetor hafalan pada mereka. Beberapa di antaranya, ada yang menyimak sambil membuka Qur’an. Ada juga yang hanya menyimak saja. Setelah kira-kira 60 ayat, mereka inginkan aku berhenti. Aku berhenti. Salah seorang anak, langsung gantian yang menyetor. Dari ayat pertama hingga 50-an. Satu demi satu akhirnya anak-anak itu mau setoran. Mereka mulai mencair. Zidan, Ni’am, Yusuf, dan kawan-kawan selesai saat adzan berkumandang. Batinku masih sangat bersyukur kalau anak-anak ini yang turut membantu hafalanku bertambah. Untuk beberapa waktu, jika tidak jaulah, mereka sahabat kecilku para penghafal Qur’an.
Satu jalan visiku untuk menghafal sudah terbuka. Jalan dakwah, istriku masih kupersiapkan agar bisa sama menopang. Minimal bisa keluar masturah 15 hari. Aku butuh asisten, partner yang bisa men-support untuk membantu istriku ini. Ukhti.. dirimu lah yang barangkali yang paling pantas. Bermusyawarahlah dengan Allah Swt, seperti Zainab binti Jahsy, ketika dilamar oleh Rasulallah Saw. Menjadi yang kedua, tampaknya butuh keikhlasan yang tinggi. Apalagi kuminta minimal 2 juz sebagai bahan yang melegakan hatiku. Hanya iman yang kokoh yang mampu setulus para sahabiyah. Jadilah pelengkapku. Cintai aku hanya karena Allah..
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Sumber : http://calon-masturah.blogspot.com
Saat ini, aku berhasrat untuk meneguhkan dakwah dengan memperkaya hafalan Qur’an. Niat juga ke negeri jauh. Hasrat itu sama seperti ketika Nabi Musa As harus menghadapi Fir’aun. Ia dibantu istrinya, Shafura. Meski bukan dengan terjun secara langsung. Peran Shafura membuat semakin yakin apa yang dibawa Nabi Musa As soal risalah kenabian adalah benar.
Alhamdulillah.. seperti jaminan-Nya, “barang siapa yang bersungguh-sungguh dalam mengejar hidayah, maka akan kami tunjukkan jalan-jalan kami.” Aku ingin sekali nambah hafalan, seperti obsesiku yang pertama tadi. Awalnya, kupikir, kalau di Jakarta rasanya sukar. Hampir semua orang tahu, bagaimana kesibukan Jakarta setiap harinya. One day, aku Jaulah dua di mushallah As-Syuhada. Mushallah kecil yang kalau hujan, tinggi airnya pasti se-lutut. Kira-kira 14 tahun lalu aku juga pernah taklim di tempat ini. Ini yang ketiga kalinya jaulah dua di mushallah yang berdekatan dengan rumah ustad Nur Ali. Magrib menyapa, teman-teman yang lain dari al-Hikmah masih belum juga terlihat. Ternyata memang benar tidak hadir. Jaulah umumi dibatalkan.
Selepas magrib, aku masih bertahan di tempat itu. Ada sekitar 5 orang anak-anak yang membuka Qur’an berdiam di sana. Mereka mengaji dengan ustad Nur ali. Setelah kuperhatikan 2 dari 5 orang itu, ternyata anak ustad. Aku memang orang baru di mata mereka. Anak-anak itu tampak kaku. Mungkin dalam benaknya, ia meragukan kalau tampangku yang asing. “Kok orang cina ngajarin kita ngaji.” Setelah ustad menyuruh anak-anaknya mau ngaji padaku, wajahku jadi tambah bersinar…
Salah seorang dari mereka maju menyodorkan Qur’an. Dua orang anak lainnya yang sudah agak besar, malah tampak tak bersahabat.
“Jika kamu nggak mau ngaji, harus setoran!!,” tawarku pada dua anak itu.
Mereka bingung. Semakin diam. Mulut semakin rapat terkunci.
“Kalau nggak mau setoran, saya aja yang setoran,” ucapku lagi.
“Kita mulai dari al-Baqarah!,” ajakku lagi.
Aku pun mulai menyetor hafalan pada mereka. Beberapa di antaranya, ada yang menyimak sambil membuka Qur’an. Ada juga yang hanya menyimak saja. Setelah kira-kira 60 ayat, mereka inginkan aku berhenti. Aku berhenti. Salah seorang anak, langsung gantian yang menyetor. Dari ayat pertama hingga 50-an. Satu demi satu akhirnya anak-anak itu mau setoran. Mereka mulai mencair. Zidan, Ni’am, Yusuf, dan kawan-kawan selesai saat adzan berkumandang. Batinku masih sangat bersyukur kalau anak-anak ini yang turut membantu hafalanku bertambah. Untuk beberapa waktu, jika tidak jaulah, mereka sahabat kecilku para penghafal Qur’an.
Satu jalan visiku untuk menghafal sudah terbuka. Jalan dakwah, istriku masih kupersiapkan agar bisa sama menopang. Minimal bisa keluar masturah 15 hari. Aku butuh asisten, partner yang bisa men-support untuk membantu istriku ini. Ukhti.. dirimu lah yang barangkali yang paling pantas. Bermusyawarahlah dengan Allah Swt, seperti Zainab binti Jahsy, ketika dilamar oleh Rasulallah Saw. Menjadi yang kedua, tampaknya butuh keikhlasan yang tinggi. Apalagi kuminta minimal 2 juz sebagai bahan yang melegakan hatiku. Hanya iman yang kokoh yang mampu setulus para sahabiyah. Jadilah pelengkapku. Cintai aku hanya karena Allah..
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Sumber : http://calon-masturah.blogspot.com
How to Play The Coin Casino
BalasHapusCoin casino games 인카지노 are available from the most popular providers for both slots and หารายได้เสริม table games. 제왕 카지노 If you are new to the casino, Dec 2, 2020 · Uploaded by Jackpot City